Perilaku seksual adalah bermacam-macam dan ditentukan oleh suatu interaksi faktor-faktor yang kompleks. Perilaku seksual dipengaruhi oleh hubungan seseorang dengan orang lain, oleh lingkungan seseorang dan oleh kultur dimana seseorang tinggal. Seorang dokter harus mengetahui beragam variasi tentang perilaku seksual dalam lingkungan sosial, sehubungan dengan perilaku tersebut, dimana ada 2 alasan untuk itu. Pertama; pengetahuan tersebut membantu dokter untuk tidak memaksakan perilakunya sendiri terhadap pasiennya. Kedua; membantu dokter mengenali beberapa perilaku seks yang abnormal.
Kelainan seksual adalah cara yang ditempuh seseorang untuk mendapatkan kenikmatan seksual dengan jalan tidak sewajarnya. Biasanya, cara yang digunakan oleh orang tersebut adalah dengan menggunakan objek seks yang tidak wajar. Penyebab terjadinya kelainan ini bersifat psikologis atau kejiwaan, seperti pengalaman sewaktu kecil, lingkungan pergaulan, trauma dan kelainan genetika
Salah satu bentuk kelainan seksual yang ada di masyarakat adalah parafilia. Parafilia merupakan gangguan seksual yang ditandai oleh khayalan seksual yang khusus dan desakan dan praktek seksual yang kuat, yang biasanya berulang kali dan menakutkan bagi seseorang. Kategori parafilia utama dalam DSM-IV adalah ekshibisionisme, fetihisme, frotteurisme, pedofilia, masokisme seksual, sadismeseksual, veyourisme, fetihisme transvestik dan suatu kategori terpisah untuk parafilia lain yang tidak ditentukan. Pada referat ini hanya akan dibahas tentang pedofilia
Anak-anak yang terlibat dalam pedofilia, 2 – 3 diantaranya dalam aktivitas seksual tersebut bersifat koperatif terhadap orang dewasa yang sama maupun bukan. Meskipun demikian sikap koperatif anak-anak ini lebih dikarenakan perasaan takut dibanding ketertarikan terhadap seks itu sendiri.
Sejumlah aktivitas seks yang dilakukan oleh orang dengan pedofilia sangat bervariasi, mulai dari menelanjangi anak, memamerkan tubuh mereka pada anak, melakukan masturbasi dengan anak, dan bersenggama dengan anak. Jenis aktivitas seksual lain yang dilakukan juga bervariasi tingkatannya, termasuk stimulasi oral pada anak, penetrasi pada mulut anak, vagina ataupun anus dengan jari, benda asing, atau penis. Orang dengan pedofilia seringkali merasionalisasikan dan beralasan bahwa perilaku mereka merupakan hal yang sifatnya mendidik, dan anak-anak tersebut juga mendapat kepuasan seksual, atau anak-anak itu sendiri yang menggoda.
Aktivitas seksual melibatkan anak dari anggota keluarga sendiri ataupun anak-anak lain. Korban dari penganiayaan seks ini biasanya diancam untuk tidak membeberkan rahasia. Seringkali orang dengan pedofilia sebelumnya melakukan pendekatan terhadap anak, seperti melibatkan diri dengan wanita yang memiliki anak-anak, menyediakan rumah yang terbuka pada anak-anak, sesama orang pedofilia bertukar anak ataupun penculikan anak dengan tujuan untuk mendapatkan kepercayaan, kesetiaan, maupun kasih sayang anak tersebut, sehingga anak tersebut dapat menjamin rahasia.
Efek jangka panjang pedofilia terhadap anak belum jelas. Dalam follow-up anak-anak yang pernah terlibat aktivitas seksual dengan orang dewasa, Bender dan Grugett (1952) menemukan bahwa anak tersebut tidak dapat menyesuaikan diri sehubungan dengan adanya pengalaman seksual tersebut
No comments:
Post a Comment