Usai mengetahui tipe anak, orang tua juga harus memahami bahwa anak dengan gangguan autis memiliki metabolisme yang berbeda dengan anak normal. Metabolisme yang berbeda disebabkan kelainan pencernaan yang ditemukan adanya lubang-lubang kecil pada saluran pencernaan, tepatnya di mukosa usus.
Kelainan lain terletak pada kesulitan memproses protein karena termasuk asam amino pendek yang sering disebut “peptide”. Peptide dalam keadaan normal biasanya hanya diabsorbsi sedikit dan sisanya dibuang, namun karena adanya kebocoran mukosa usus menjadikannya masuk ke dalam sirkulasi darah.
Di dalam darah peptide ini hanya sebentar, karena sebagian dikeluarkan lewat urine dan sisanya masuk ke dalam otak yang dapat menempel pada reseptor opioid di otak. Akibat dari itu, peptide akan berubah menjadi morfin yang dapat memengaruhi fungsi susunan syaraf dan dapat menimbulkan gangguan perilaku.
Sebabnya, anak pada gangguan autis harus menghindari makanan yang terklasifikasi menjadi dua yaitu Kasein (protein dari susu) dan Gluten (protein dari gandum). Pada orang sehat, mengonsumsi gluten dan kasein tidak akan menyebabkan masalah yang serius atau memicu timbulnya gejala.
Pada anak dengan gangguan autis, kedua zat ini yang sulit dicerna dan diterjemahkan otak sebagai morfin. Kadar morfin yang tinggi menyebakan anak menjadi lebih aktif, bahkan layaknya zat morfin pada narkotika dan obat-obatan terlarang akan berimbas pada kebalnya anak dari rasa sakit. Meski demikian, tambahnya, bukan berati pemberian asupan makanan pada penderita autis menjadi sulit. Orang tua tinggal menggantikan sumber makanan yang mengandung kasein dan gluten dengan bahan-bahan yang aman dari kedua zat tersebut. Contoh sederhana, ganti susu sapi dengan susu kedelai.
Oleh karena itu, di sarankan orang tua untuk tidak terlalu khawatir anak-anak mereka tidak mendapatkan gizi yang lengkap. Tri justru meminta para orang tua untuk lebih aktif mencari informasi terkait asupan makanan yang tepat bagi si anak.
No comments:
Post a Comment