Sunday, March 21, 2010

Hormon Cinta untuk Gejala Autisme

Sebuah penelitian dari Lyon Perancis menyebutkan sebuah hormon cinta yang mengikat ibu dan anak dimungkinkan untuk menolong orang dewasa dengan Autisme.

Penelitian dilakukan oleh Angela Sirigu dari Pusat Ilmu Syaraf Cognitive dan timnya. Sebanyak 13 orang dewasa, 11 diantaranya laki-laki yang mempunyai gangguan perilaku autis diteliti dalam dua eksperimen. Sebelumnya mereka tidak diberikan pengobatan selama dua minggu dan diawasi kesehatannya secara setara.

Menurut periset kepada Journal Proceeding Akademi Science Nasional mereka menemukan pasien yang menghirup hormon oxytocin memperhatikan dan berekspresi ketika melihat gambar wajah dan lebih seperti mengerti isyarat sosial pada sebuah simulasi permainan.

"Jika oxytocin diatur lebih awal ketika diagnosis dibuat, kami mungkin dapat mengubah lebih awal gangguan pengembangan sosial dari pasien autis," ujar Sirigu.

Sirigu mengatakan studi difokuskan pada oxytocin karena telah dikenal menolong ikatan ibu dan bayi mereka saat menyusui. Juga karena penelitian lebih awal menunjukkan bahwa anak-anak dengan autisme mempunyai tingkat hormon yang rendah. Orang dengan sindrom Asperger dan gangguan spektruk autis lainnya sering mempunyai masalah dengan interaktsi sosial.

Perempuan ini juga mengatakan Oxytocin dapat menolong pasien autis yang memiliki fungsi intelektual normal dan kemampuan bahasa yang lumayan baik karena kemajuan kontak mata.

"Kontak mata dapat dipertimbangkan sebagai langkah awal dari pendekatan sosial," ujarnya, Tetapi orang dengan autisme sering terganggu melihat lainnya.

"Dalam studi kami menunjukkan bahwa oxytocin mempertinggi waktu kontak mata lebih lama melihat pada mata," ujarnya lagi.

Dia mengatakan hormon juga memperbaiki kemampuan pasien autisme untuk memahami bagaimana orang lain merespon mereka. Mereka dapat mempelajari respon yang cocok pada perilaku yang lain pula.

Para peneliti melihat pasien merespon lontaran bola dalam permainan virtual untuk mengukur perubahan perilaku. Dalam percobaan terpisah, tim Sirigu mengukur bagaimana pasien merespon ekspresi wajah ketika melihat gambar dari wajah manusia.

No comments: