05 Apr 2010
Launching ACI ini, dalam pandangan Seto, adalah momen yang tepat sebagai blue print arah dunia pendidikan ABK. Dia mengakui, bagi orang tua, hal yang berat adalah menerima diagnosis anaknya menyandang ABK. Namun, yang paling penting, menurut dia, ABK bisa diterapi.Seto mengatakan, dalam menerapi ABK, perlu kerja sama intersektoral, lalu memberdayakan orang tua dan ABK itu sendiri. Dalam hal ini, ABK bukan hanya dilihat sebagai objek yang dilayani, tapi juga perlu diberdayakan. "Banyak ABK yang cerdas, tapi tak berkembang karena masalah komunikasi. Jadi, melatih komunikasi ABK sangat penting untuk tugas para orang tua," tuturnya.
Meningkatnya populasi ABK di Indonesia dinilai tidak berbanding lurus dengan ketersediaan lembaga pendidikan yang menanganinya. Lembaga semacam ini dianggap masih minim.Kenyataan inilah yang mendasari Yayasan Cinta Harapan Indonesia (YCHI)- sebuah lembaga yang didirikan dari keluarga yang mempunyai ABK-meluncurkan Autism Care Indonesia (ACI). Ini adalah sebuah program yang membantu memberikan terapi secara gratis kepada ABK untuk keluarga tidak mampu.
Program yang selaras dengan peringatan Hari Autis Sedunia itu menyedot perhatian kurang lebih seribu peserta. Mereka berasal dari klinik tumbuh kembang, orang tua anak ABK, perwakilah dari sekolah-sekolah inklusi, dan beberapa lembaga terkait lainnya.Ketua YCHI, Zulfikar Alimuddin, mengatakan, orang tua dari keluarga mampu pun sulit merawat anak yang diberi kelebihan khusus dari Allah. Dia mengungkapkan, ide membuat acara ini sudah ada sejak 18 bulan yang lalu. Kemudian, sekitar April-Mei 2009, didirikan YCHI. Program ini dibuat untuk membantu ABK secara berkelanjutan.
Awalnya, kata dia, banyak orang yang meragukan niat ini karena bantuan kepada ABK gratis.
No comments:
Post a Comment