Museum Rekor Dunia Indonesia (MURI) memberikan penghargaan kepada siswa SLB-A Yayasan Asuhan Anak-anak Tuna (YAAT) Klaten, Daerah Istimewa Yogyakarta, untuk kategori kelompok musik (band) tunanetra termuda yakni Band Pijar.
Aksi pecah rekor tersebut dilangsungkan di hadapan juri Muri pusat, Kamis (19/3) bertempat di DP Mall Semarang di Jl Pemuda No 150. Guna memecahkan rekor tersebut mereka hanya membutuhkan masa latihan hingga enam bulan.
Band Pijar terdiri dari Pajar Prasetyo (8) penabuh drum, Yoga Pratama (8) pembetot bass, Aulia Rahma (6) keyboard, Parsetyo Nugroho (8) gitar, Vita Ardiyana (11) vokalis, Yuliani (12) vokalis. Mereka memainkan 10 buah lagu baik lagu nasional, tembang lawas juga lagu popular saat ini seperti dari ST 12 dan Gita Gutawa.
Pelatih dua tim pemecah rekor Muri SLB A Klaten, Agus Putranto mengatakan, aksi pecah rekor tersebut dilakukan berdasar rekomendasi atau saran dari Direktorat PSLB di Jakarta.
“Kami tidak siapkan sendiri tema pecah rekor ini, tapi atas tawaran Dit PSLB pusat. Untuk kelompok musik tuna netra termuda latihan intensif selama tiga bulan sedangkan kategori tuna netra yang bisa akses 14 aplikasi komputer latihan enam bulan,” ujarnya.
Kepala Sekolah Luar Biasa (SLB) Negeri Semarang, Drs Ciptono, mengatakan kegiatan ini sengaja diselenggarakan untuk menunjukan bahwa anak berkebutuhan khusus (ABK) juga dapat berprestasi. Sehingga dia menyelenggarakan prestasi ABK di DP Mall, Semarang, tersebut mengusung tema "Aktualisasi Diri Keberbakatan Siswa Berkebutuhan Khusus 2009".
"Acara ini bertujuan sebagai ajang sosialisasi bagi anak-anak berkebutuhan khusus se-Jawa Tengah, sekaligus untuk menunjukkan prestasi-prestasi yang dimiliki anak-anak tersebut. Karena, cacat bukanlah halangan, seandainya mereka dididik dengan hati, akan menghasilkan prestasi yang membanggakan," katanya.[\]
Sumber: Kompas Cetak (Oleh Pepih Nugraha)
Senin, 9 Februari 2009 07:34 WIB.
Thursday, May 27, 2010
Ketika Anak Autis Menginjak Remaja
Ada kalanya orangtua tidak sadar anak penyandang autis bakal memasuki masa remaja penuh gejolak. Jika tidak dipersiapkan dengan baik akan muncul banyak masalah karena ketidakmampuan interaksi sosial pada diri anak.
Autis diklasifikasikan sebagai ketidaknormalan perkembangan otak yang menyebabkan hambatan interaksi sosial, kemampuan komunikasi, pola kesukaan, dan pola sikap yang tidak biasa, seperti tindakan sama yang berulang-ulang dan keterikatan berlebihan pada benda atau obyek tertentu. Autis empat kali lebih banyak menyerang anak laki-laki daripada anak perempuan.
Karena dianggap anak tidak bisa berinteraksi atau tidak peduli jika diajak bicara, orangtua sering kali enggan memberi informasi kepada anaknya yang autis tentang perubahan yang akan terjadi bila anak menginjak usia remaja.
Padahal, informasi ini penting agar anak autis paham bahwa ketika remaja beberapa bagian tubuhnya akan berubah. Emosinya juga semakin menggebu dan hasrat seksualnya mulai muncul.
”Anak autis itu seperti anak kecil. Meskipun kelihatannya cuek, ia bisa menyerap informasi yang dia terima. Soal cepat atau tidaknya informasi itu terserap, tergantung ketertarikannya pada persoalan tersebut,” kata Dyah Puspita (45), ibu seorang anak autis yang aktif di Yayasan Autisma Indonesia dan ikut mengelola Mandiga, sekolah bagi anak-anak berkebutuhan khusus. Sekolah ini berlokasi di Rawamangun, Jakarta Timur.
Pendidikan seks
Ketiadaan informasi tentang perubahan yang akan dialami bisa membuat anak autis cemas dan takut terhadap tubuhnya sendiri. Pada tingkat lebih parah, kecemasan itu bisa menyebabkan anak menyakiti diri sendiri.
Pengetahuan itu diperoleh Ita, sapaan akrab Dyah Puspita, dari berbagai literatur yang dia baca dan juga pengalaman orangtua yang memiliki anak remaja autis. Karena itu, sejak dini Ita sudah mengajarkan pendidikan seks kepada Ikhsan Priatama (18), anak semata wayangnya, yang menyandang autis.
Melalui gambar manusia sejak bayi, anak-anak hingga dewasa, Ikhsan diajar beberapa bagian tubuhnya akan mengalami perubahan, seperti tumbuh rambut di bagian alat vital, tumbuh kumis, Proxy-Connection: keep-alive Cache-Control: max-age=0 au jenggot.
Ikhsan juga diajar suaranya akan berubah menjadi besar seperti ayahnya yang kini hidup berpisah dari Ikhsan dan ibunya. Pemahaman itu tidak langsung bisa diterima Ikhsan sehingga harus dilakukan berulang-ulang.
”Ikhsan tidak lagi kaget ketika tubuhnya menjadi bertambah tinggi, suaranya berubah, atau tumbuh rambut di sana-sini,” kata Ita. Meski begitu, sampai sekarang Ikhsan tidak suka melihat rambut di tangannya.
Bila tumbuh, Ikhsan bergegas mencukur habis rambut itu. Kata Ita, Ikhsan lebih suka tangannya mulus seperti anak-anak.
Anak autis juga perlu diarahkan untuk mengelola hasrat seksual. Karena tidak sadar lingkungan, anak autis yang tidak mendapat pengarahan bisa menyalurkan hasrat seksualnya di sembarang tempat.
Gayatri Pamoedji, ibu Ananda (18) yang juga menyandang autis dan tinggal di Perth, Australia, tidak melarang Ananda bermasturbasi ketika hasrat seksualnya muncul. ”Anak autis juga punya hak sama terhadap hasrat seksualnya seperti anak lain,” kata Gayatri yang mendirikan komunitas Masyarakat Peduli Autisme Indonesia (Mpati).
Hanya saja, orangtua perlu mengarahkan agar anaknya menyalurkan libidonya di tempat ”aman”. Kepada Ananda, Gayatri mengajarkan, jika hasrat seksualnya muncul, Ananda tidak boleh memegang penisnya di depan umum dan harus melakukan di dalam kamar sendiri setelah mengunci pintu.
”Bila seprai kotor, ia punya tanggung jawab membersihkan dan mengganti seprainya sendiri,” ungkap Gayatri. Ia memberi pendidikan seks kepada anaknya sejak Ananda berusia delapan tahun. Gayatri mengomunikasikan ”aturan” itu dengan gambar-gambar dan kata-kata yang mudah dipahami Ananda.
Ajarkan komunikasi
Untuk memberikan pemahaman kepada anak autis, kata Ita, langkah besar yang harus dilakukan orangtua adalah mengajarkan agar anaknya bisa berkomunikasi lebih dulu. Sayangnya, banyak orangtua ”memaksa” anaknya ikut terapi wicara karena ada anggapan bahasa verbal dianggap sebagai satu-satunya bentuk komunikasi.
”Komunikasi tidak harus dilakukan dengan berbicara. Banyak media lain bisa digunakan untuk komunikasi, seperti tulisan atau gambar,” kata Ita. Dengan metode gambar dan membaca global, yakni mencocokkan tulisan dengan benda nyata, Ikhsan bisa lancar membaca dan menulis. Kini mereka berkomunikasi dengan pesan singkat di telepon genggam atau kartu gambar.
Setelah bisa berkomunikasi, kata Ita, anak perlu disentil kesadaran sosialnya. Caranya, sama seperti mendidik anak pada umumnya, yaitu menerapkan disiplin dan konsekuensi. Anak autis diajarkan hubungan sebab-akibat dari perilaku mereka yang merugikan orang lain. Tentunya anak perlu diberi alasan kenapa mereka mendapat konsekuensi tersebut.
Untuk menegakkan disiplin, misalnya, Felicia (42), ibu yang bekerja swasta di Jakarta ini, tidak mau mengajak pergi Sultan (15), anaknya, jika ia masih suka marah-marah di depan umum. Belajar dari konsekuensi semacam itu, Sultan kini sudah lebih tertib bila diajak bepergian.
Dengan komunikasi, Ita juga bisa meredakan emosi Ikhsan. Anak autis biasanya memiliki emosi tinggi karena mereka tidak mampu mengungkapkan apa yang dia inginkan sehingga menjadi frustrasi.[\]
Sumber: KOMPAS, Lusiana Indriasari
Minggu, 22 Maret 2009, 02:49 WIB.
Autis diklasifikasikan sebagai ketidaknormalan perkembangan otak yang menyebabkan hambatan interaksi sosial, kemampuan komunikasi, pola kesukaan, dan pola sikap yang tidak biasa, seperti tindakan sama yang berulang-ulang dan keterikatan berlebihan pada benda atau obyek tertentu. Autis empat kali lebih banyak menyerang anak laki-laki daripada anak perempuan.
Karena dianggap anak tidak bisa berinteraksi atau tidak peduli jika diajak bicara, orangtua sering kali enggan memberi informasi kepada anaknya yang autis tentang perubahan yang akan terjadi bila anak menginjak usia remaja.
Padahal, informasi ini penting agar anak autis paham bahwa ketika remaja beberapa bagian tubuhnya akan berubah. Emosinya juga semakin menggebu dan hasrat seksualnya mulai muncul.
”Anak autis itu seperti anak kecil. Meskipun kelihatannya cuek, ia bisa menyerap informasi yang dia terima. Soal cepat atau tidaknya informasi itu terserap, tergantung ketertarikannya pada persoalan tersebut,” kata Dyah Puspita (45), ibu seorang anak autis yang aktif di Yayasan Autisma Indonesia dan ikut mengelola Mandiga, sekolah bagi anak-anak berkebutuhan khusus. Sekolah ini berlokasi di Rawamangun, Jakarta Timur.
Pendidikan seks
Ketiadaan informasi tentang perubahan yang akan dialami bisa membuat anak autis cemas dan takut terhadap tubuhnya sendiri. Pada tingkat lebih parah, kecemasan itu bisa menyebabkan anak menyakiti diri sendiri.
Pengetahuan itu diperoleh Ita, sapaan akrab Dyah Puspita, dari berbagai literatur yang dia baca dan juga pengalaman orangtua yang memiliki anak remaja autis. Karena itu, sejak dini Ita sudah mengajarkan pendidikan seks kepada Ikhsan Priatama (18), anak semata wayangnya, yang menyandang autis.
Melalui gambar manusia sejak bayi, anak-anak hingga dewasa, Ikhsan diajar beberapa bagian tubuhnya akan mengalami perubahan, seperti tumbuh rambut di bagian alat vital, tumbuh kumis, Proxy-Connection: keep-alive Cache-Control: max-age=0 au jenggot.
Ikhsan juga diajar suaranya akan berubah menjadi besar seperti ayahnya yang kini hidup berpisah dari Ikhsan dan ibunya. Pemahaman itu tidak langsung bisa diterima Ikhsan sehingga harus dilakukan berulang-ulang.
”Ikhsan tidak lagi kaget ketika tubuhnya menjadi bertambah tinggi, suaranya berubah, atau tumbuh rambut di sana-sini,” kata Ita. Meski begitu, sampai sekarang Ikhsan tidak suka melihat rambut di tangannya.
Bila tumbuh, Ikhsan bergegas mencukur habis rambut itu. Kata Ita, Ikhsan lebih suka tangannya mulus seperti anak-anak.
Anak autis juga perlu diarahkan untuk mengelola hasrat seksual. Karena tidak sadar lingkungan, anak autis yang tidak mendapat pengarahan bisa menyalurkan hasrat seksualnya di sembarang tempat.
Gayatri Pamoedji, ibu Ananda (18) yang juga menyandang autis dan tinggal di Perth, Australia, tidak melarang Ananda bermasturbasi ketika hasrat seksualnya muncul. ”Anak autis juga punya hak sama terhadap hasrat seksualnya seperti anak lain,” kata Gayatri yang mendirikan komunitas Masyarakat Peduli Autisme Indonesia (Mpati).
Hanya saja, orangtua perlu mengarahkan agar anaknya menyalurkan libidonya di tempat ”aman”. Kepada Ananda, Gayatri mengajarkan, jika hasrat seksualnya muncul, Ananda tidak boleh memegang penisnya di depan umum dan harus melakukan di dalam kamar sendiri setelah mengunci pintu.
”Bila seprai kotor, ia punya tanggung jawab membersihkan dan mengganti seprainya sendiri,” ungkap Gayatri. Ia memberi pendidikan seks kepada anaknya sejak Ananda berusia delapan tahun. Gayatri mengomunikasikan ”aturan” itu dengan gambar-gambar dan kata-kata yang mudah dipahami Ananda.
Ajarkan komunikasi
Untuk memberikan pemahaman kepada anak autis, kata Ita, langkah besar yang harus dilakukan orangtua adalah mengajarkan agar anaknya bisa berkomunikasi lebih dulu. Sayangnya, banyak orangtua ”memaksa” anaknya ikut terapi wicara karena ada anggapan bahasa verbal dianggap sebagai satu-satunya bentuk komunikasi.
”Komunikasi tidak harus dilakukan dengan berbicara. Banyak media lain bisa digunakan untuk komunikasi, seperti tulisan atau gambar,” kata Ita. Dengan metode gambar dan membaca global, yakni mencocokkan tulisan dengan benda nyata, Ikhsan bisa lancar membaca dan menulis. Kini mereka berkomunikasi dengan pesan singkat di telepon genggam atau kartu gambar.
Setelah bisa berkomunikasi, kata Ita, anak perlu disentil kesadaran sosialnya. Caranya, sama seperti mendidik anak pada umumnya, yaitu menerapkan disiplin dan konsekuensi. Anak autis diajarkan hubungan sebab-akibat dari perilaku mereka yang merugikan orang lain. Tentunya anak perlu diberi alasan kenapa mereka mendapat konsekuensi tersebut.
Untuk menegakkan disiplin, misalnya, Felicia (42), ibu yang bekerja swasta di Jakarta ini, tidak mau mengajak pergi Sultan (15), anaknya, jika ia masih suka marah-marah di depan umum. Belajar dari konsekuensi semacam itu, Sultan kini sudah lebih tertib bila diajak bepergian.
Dengan komunikasi, Ita juga bisa meredakan emosi Ikhsan. Anak autis biasanya memiliki emosi tinggi karena mereka tidak mampu mengungkapkan apa yang dia inginkan sehingga menjadi frustrasi.[\]
Sumber: KOMPAS, Lusiana Indriasari
Minggu, 22 Maret 2009, 02:49 WIB.
Prestasi Anak SOIna
Pada ajang Special Olympics World Summer Games (SOWGs) XII, pada 2-11 Oktober 2007 di Shanghai China, Kontingen SOIna (Special Olympids Indonesia) mengirimkan 30 kontingen dari 20 atlet, 8 pelatih, 1 official, dan 1 ketua kontingen.
Pada event tersebut, Indonesia telah bersaing dengan 168 negara. Dari 23 cabang olahraga yang dipertandingkan, SOina mengikuti tiga cabang atletik, bulu tangkis, dan tenis meja. Akhirnya SOIna memperoleh Total Medali : 9 Emas , 9 Perak , 4 Perunggu , 7 Ribon (4), 6 Ribon (5), 2 Ribon (6), 1 Ribon (7), 1 Ribon (8).
Kemudian tahun berikutnya pada ajang Special Olympiad Australia National Junior Games, kompetisi internasional untuk tingkatan Sekolah Luar Biasa (SLB), yang diselengga-rakan di Canberra Australia, 11 hingga 13 April 2008. dalam kompetisi ini, Indonesia memborong 6 emas, 4 perak dan 3 perunggu.
Dan baru-baru ini Tim SOIna berhasil menoreh prestasi gemilang pada olympiade musim dingin tunagrahita tingkat dunia, (Special Olympics World Winter Games/ SOWWG) 2009 di Idaho, Amerika Serikat. Prestasi yang diraih anak difabel ini adalah 2 medali emas, 2 perunggu dan 1 ribbon.
Prestasi tersebut diraih dalam cabang olahraga Snowshoeing (lari di atas salju). Dua Medali emas diraih oleh Abdul Hadi (24) dalam nomor 400 meter dan Chahyo Estiadi Budi Syahputro (21) dalam nomor 100 meter. Sementara medali perunggu diraih oleh Chahyo Estiadi Budi Syahputro dalam nomor 200 meter dan Johannes Nugroho Kurniawan (36) dalam nomor 50 meter. Adapun ribbon (pita) urutan 6 diraih oleh Johannes Nugroho Kurniawan dalam nomor 25 meter.
SOIna merupakan organisasi berakreditasi menyelenggarakan pelatihan dan kompetisi olahraga penyandang Tunagrahita di Indonesia. Beberapa anak yang tergabung dalam SOIna telah berhasil mengukir prestasi ditingkat internasional.***
Foto oleh SOIna:
Tiga atlet SOIna dalam kompetisi musim dingin Special Olympics World Winter Games/ SOWWG) 2009 di Idaho, Amerika Serikat, (ki-ka): Johanes N. Kurniawan, Cahyo Estiadi, Abdul Hadi.
Pada event tersebut, Indonesia telah bersaing dengan 168 negara. Dari 23 cabang olahraga yang dipertandingkan, SOina mengikuti tiga cabang atletik, bulu tangkis, dan tenis meja. Akhirnya SOIna memperoleh Total Medali : 9 Emas , 9 Perak , 4 Perunggu , 7 Ribon (4), 6 Ribon (5), 2 Ribon (6), 1 Ribon (7), 1 Ribon (8).
Kemudian tahun berikutnya pada ajang Special Olympiad Australia National Junior Games, kompetisi internasional untuk tingkatan Sekolah Luar Biasa (SLB), yang diselengga-rakan di Canberra Australia, 11 hingga 13 April 2008. dalam kompetisi ini, Indonesia memborong 6 emas, 4 perak dan 3 perunggu.
Dan baru-baru ini Tim SOIna berhasil menoreh prestasi gemilang pada olympiade musim dingin tunagrahita tingkat dunia, (Special Olympics World Winter Games/ SOWWG) 2009 di Idaho, Amerika Serikat. Prestasi yang diraih anak difabel ini adalah 2 medali emas, 2 perunggu dan 1 ribbon.
Prestasi tersebut diraih dalam cabang olahraga Snowshoeing (lari di atas salju). Dua Medali emas diraih oleh Abdul Hadi (24) dalam nomor 400 meter dan Chahyo Estiadi Budi Syahputro (21) dalam nomor 100 meter. Sementara medali perunggu diraih oleh Chahyo Estiadi Budi Syahputro dalam nomor 200 meter dan Johannes Nugroho Kurniawan (36) dalam nomor 50 meter. Adapun ribbon (pita) urutan 6 diraih oleh Johannes Nugroho Kurniawan dalam nomor 25 meter.
SOIna merupakan organisasi berakreditasi menyelenggarakan pelatihan dan kompetisi olahraga penyandang Tunagrahita di Indonesia. Beberapa anak yang tergabung dalam SOIna telah berhasil mengukir prestasi ditingkat internasional.***
Foto oleh SOIna:
Tiga atlet SOIna dalam kompetisi musim dingin Special Olympics World Winter Games/ SOWWG) 2009 di Idaho, Amerika Serikat, (ki-ka): Johanes N. Kurniawan, Cahyo Estiadi, Abdul Hadi.
Stephanie Handoyo Unjuk Kemahirannya Memainkan Piano dengan Membawakan Musik Klasik
Stephanie Handoyo (17) memperlihatkan kemahirannya memainkan piano pada acara Aktualisasi Diri Keberbakatan Siswa Berkebutuhan Khusus (ABK) di Duta Pertiwi Mall, Kota Semarang, Kamis (19/3/2009).
Unjuk kemahirannya memainkan piano dengan membawakan musik klasik disaksikan oleh Walikota Semarang Sukawi Sutarip, peserta Workshop Sentra Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus (PK-PLK) se Indonesia, para anggota asosiasi keterampilan, pejabat Direktorat PSLB Depdiknas, pejabat dinas pendidikana Kota Semarang, dan beberapa seniman senior ibukota seperti aktor Didi Petet, model Keke Harun, dan penari Nungki Kusumastuti.
Melalui perlihatkan penuh dan semangat yang penuh dari orangtuanya dan sekolah, siswa ABK dapat memperlihatkan kemampuan yang sama seperti siswa normal, bahkan dapat melebihi.
Sang mama mengatakan, anak-anak seperti Stephanie perlu ruang aktualisasi diri, agar lebih terarah. "Terkadang orangtua kurang paham bahwa mereka (anak difabel) juga memerlukan wadah aktualisasi diri, dan dari situ kita dapat melihat keberbakatan anak dan minat mereka," kata M. Yustina Tjandrasari.
Selain piano Stephanie juga dapat berenang. Ia pun mengikuti sejumlah kompetisi bersama tim SOIna (Special Olympids Indonesia). SOIna merupakan organisasi berakreditasi menyelenggarakan pelatihan dan kompetisi olahraga penyandang Tunagrahita di Indonesia. Beberapa anak yang tergabung dalam SOIna telah berhasil mengukir prestasi ditingkat internasional.
Salah satunya yang berprestasi adalah Stephanie yang menyabet Juara 1 kompetisi renang gaya dada 50 meter pada National Swimming Championship 2008 di Singapura, lalu Juara 2 kompetisi renang gaya dada 100 meter di Kejurnas SOIna 2005, Juara 2 kompetisi renang gaya bebas 100 meter di Kejurnas SOIna 2006, dan Juara 1 kompetisi renang gaya dada 50 meter di Kejurda SOIna 2007.
Pada 28 Maret 2009, Stephanie akan mengikuti kompetisi renang National Swimming Championship 2009 di Singapora, dan 4 Juli 2009 akan mengikuti Special Olympids di Singapura. ***
Sumber: KOMPAS
Unjuk kemahirannya memainkan piano dengan membawakan musik klasik disaksikan oleh Walikota Semarang Sukawi Sutarip, peserta Workshop Sentra Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus (PK-PLK) se Indonesia, para anggota asosiasi keterampilan, pejabat Direktorat PSLB Depdiknas, pejabat dinas pendidikana Kota Semarang, dan beberapa seniman senior ibukota seperti aktor Didi Petet, model Keke Harun, dan penari Nungki Kusumastuti.
Melalui perlihatkan penuh dan semangat yang penuh dari orangtuanya dan sekolah, siswa ABK dapat memperlihatkan kemampuan yang sama seperti siswa normal, bahkan dapat melebihi.
Sang mama mengatakan, anak-anak seperti Stephanie perlu ruang aktualisasi diri, agar lebih terarah. "Terkadang orangtua kurang paham bahwa mereka (anak difabel) juga memerlukan wadah aktualisasi diri, dan dari situ kita dapat melihat keberbakatan anak dan minat mereka," kata M. Yustina Tjandrasari.
Selain piano Stephanie juga dapat berenang. Ia pun mengikuti sejumlah kompetisi bersama tim SOIna (Special Olympids Indonesia). SOIna merupakan organisasi berakreditasi menyelenggarakan pelatihan dan kompetisi olahraga penyandang Tunagrahita di Indonesia. Beberapa anak yang tergabung dalam SOIna telah berhasil mengukir prestasi ditingkat internasional.
Salah satunya yang berprestasi adalah Stephanie yang menyabet Juara 1 kompetisi renang gaya dada 50 meter pada National Swimming Championship 2008 di Singapura, lalu Juara 2 kompetisi renang gaya dada 100 meter di Kejurnas SOIna 2005, Juara 2 kompetisi renang gaya bebas 100 meter di Kejurnas SOIna 2006, dan Juara 1 kompetisi renang gaya dada 50 meter di Kejurda SOIna 2007.
Pada 28 Maret 2009, Stephanie akan mengikuti kompetisi renang National Swimming Championship 2009 di Singapora, dan 4 Juli 2009 akan mengikuti Special Olympids di Singapura. ***
Sumber: KOMPAS
Habibie Afsyah, Dari Atas Kursi Roda Merajut Sukses
Keterbatasan fisik bukan halangan untuk berjuang meraih kesuksesan. Dari atas kursi roda, Habibie Afsyah menekuni profesi sebagai internet marketer dengan penghasilan jutaan rupiah. Habibie mungkin tidak seberuntung anak muda lainnya yang dianugerahi kesempurnaan fisik. Ia mengalami kelumpuhan sejak kecil yang membuatnya harus mendapat bantuan dari orang lain dalam setiap gerak kesehariannya. Namun demikian, keterbatasan yang ada tidak membuatnya manja dan surut beraktivitas. Ia menolak berkecil hati dan ingin mandiri.
Sosok Habibie mungkin tidak asing lagi. Ia kerap menjadi narasumber dalam seminar bisnis, motivasi, dan inspirasi. Wajahnya pun beberapa kali menghiasi layar televisi. Itu berkat kiprahnya meraup penghasilan melalui bisnis online yang digelutinya sejak tahun 2007. Kepada Kampus yang bertandang ke kediamannya di kawasan Setiabudi, Jakarta, pemuda kelahiran Jakarta 6 Januari 1988 ini menuturkan kisahnya, yang semoga dapat menginspirasi kawan-kawan Kampus.
Dalam kamar berukuran sekitar 3 x 4 meter yang berfungsi sebagai ruang kerja, Habibie menjalani kesehariannya sebagai internet marketer. Terdapat satu set PC yang diakrabinya setiap hari dengan menggunakan dua jari yang masih bisa aktif digerakkan. "Sekitar 8 jam per hari," kata Habibie, mengungkapkan kebiasaan durasi online per harinya yang digunakan untuk untuk menjawab e-mail hingga mengelola situs web, dll. "Kalau bosan ya, main game, chatting, atau Facebook-an," katanya.
Melalui bisnis online yang digelutinya, Habibie berhasil meraup keuntungan sekitar 5986 US dollar atau sekitar Rp 65 juta dalam setahun. Jika dihitung kotor, berarti Habibie memperoleh penghasilan Rp 5 juta per bulan dari kursi rodanya. Lantas bagaimana cara Habibie bekerja? Habibie mengikuti bisnis online dalam sebuah situs asal Amerika www.amazon.com. Habibie menjadi perantara pembelian barang-barang yang ditawarkan Amazon. "Seperti broker atau bahasa populernya makelar gitu loh," kata Habibie.
Untuk memasarkan barang-barang yang ada di Amazon, Habibie melakukan berbagai upaya. Di antaranya memasarkan pada situs pribadinya yang bernama www.habibieafsyah.com. Jadi, jika ada orang yang meng-klik iklan barang tersebut, akan langsung terkoneksi pada situs Amazon. Jika orang tersebut jadi membeli barang tersebut, Habibie akan mendapatkan komisi atau disebut juga referral fees. Kesimpulannya, semakin banyak orang yang membeli karena perantaranya, maka akan semakin banyak keuntungan yang diraup oleh Habibie.
Bisnis online Amazon itu ia tekuni pada Juni 2007 hingga Juli 2008. Namun karena krisis global, yang membuat berbagai kebijakan Amazon berubah, penghasilannya di Amazon mengalami penurunan drastis. Ia pun menutup penjualannya di
Penghasilan per bulan yang diperolehnya sekitar Rp 4-5 juta. Itu belum termasuk penghasilan yang didapat dari honor-honor yang diterima sebagai pembicara di seminar-seminar, atau undangan lain sebagai bintang tamu di radio dan televisi.
Menurut dia, bisnis online tidak ada bedanya dengan bisnis offline. "Bedanya kalau bisnis offline asetnya itu tanah, gedung, dsb., sedangkan bisnis online asetnya itu domain dan hosting," kata Habibie. Keberadaan internet sendiri mempermudah orang untuk mempromosikan penjualan barangnya. "Orang-orang banyak menganggap perlu modal besar untuk berbisnis, itu yang sering menghambat. Orang harus punya toko, padahal tidak selalu begitu. Tidak semua orang punya modal fisik dan material yang sama. Maka, mulailah dari apa saja yang ada," kata Habibie.
Habibie memberi tips bagi orang yang berminat menjadi internet marketer. Kuncinya adalah membuat sebuah situs web yang di buat sedemikian rupa sehingga bisa menarik seseorang untuk berkunjung setelah mengetikkan suatu kata kunci. Jika pengunjung tersebut telah sampai pada situs yang dimaksud, kemungkinan untuk membeli atau menghubungi contact person yang tercantum di
Habibie menuturkan cara-cara yang bisa ditempuh agar sukses dalam bidang online marketing, di antaranya temukan kata kunci yang tepat dan mudah terpikirkan oleh orang yang nantinya akan dipasang sebagai sebuah judul situs, lalu membuat banyak tautan (link), eksplorasi desain situs, mengisi situs tersebut dengan artikel tulisan yang berkaitan, dll. "Bisnis online marketing belum terlalu familiar walau sekarang sudah mulai banyak yang mencobanya, dan peluang ke depannya masih terbuka dan cerah," kata Habibie.
***
Endang menuturkan bahwa Habibie mengalami gangguan otak secara permanen yang disebabkan terjadinya mutasi gen sehingga menyebabkan penderitanya mengalami kelumpuhan. "Ini termasuk penyakit langka. Terjadinya 1:30.000. Dampaknya, semakin bertambah umur, semakin melemah," kata Endang
Perempuan kelahiran Yogyakarta, 17 Desember 1951 ini, sempat merasa shock dan sedih ketika mengetahui anaknya mengalami cacat fisik. "Harapan seorang ibu kan ingin anaknya sempurna. Tetapi Allah memberikan saya anak seperti itu, saya ikhlas saja. Saya anggap itu bukan musibah, namun anugerah karena saya diberi keistimewaan dan rahman Tuhan di antara 30 ribu orang. Saya anggap jalan ke surga," kata Endang.
Endang menuturkan, ketika Habibie masih kecil, ia selalu berjuang keras untuk kesembuhan Habibie, terutama agar Habibie bisa berjalan lagi di atas kakinya sendiri. Namun atas keterangan dari dokter dan informasi yang diaksesnya di internet yang menyatakan bahwa harapan kesembuhan sangat kecil, ia pun mulai mengubah sistem asuhannya pada Habibie. "Saya tidak lagi berjuang agar Habibie bisa jalan, tetapi lebih baik saya berjuang keras memotivasinya, membangkitkan percaya dirinya, untuk masa depannya," kata Endang.
Habibie di sekolahkan oleh Endang tidak pada sekolah khusus anak berkebutuhan khusus, namun pada sekolah formal. "Selain Habibie sendiri tidak nyaman, menurut rekomendasi dokter, Habibie termasuk anak yang cerdas sehingga mampu di sekolah formal," kata Endang. Terbukti, Habibie senantiasa meraih prestasi bagus di sekolahnya, paling tidak selalu berada dalam peringkat 5 besar. "Bahkan, ia suka jadi tempat sontekan teman-temannya," kata Endang, seraya tersenyum.
Endang setia mencurahkan kasihnya dan memberi kesempatan besar pada anaknya untuk mengembangkan diri layaknya anak-anak normal. "Saya mengarahkan Habibie untuk banyak ikut seminar dan kursus," kata Endang. Walau Habibie tidak melanjutkan pendidikan ke jenjang kuliah, tetapi Endang membekalinya dengan berbagai pendidikan praktis.
Mulai dari kursus web designer, public speaking school, hingga penulisan, dijajal oleh Habibie. Termasuk juga pendidikan tentang online marketing. Habibie yang memang dasarnya hobi bermain komputer, game, dan berselancar di dunia maya, dengan senang hati mengikuti pendidikan bisnis online tersebut. Itulah yang menjadi awal Habibie dan juga dibantu Endang, mulai menekuni profesi internet marketer.
"Saya suka dengar info, walau masih samar terdengar, bahwa internet bisa menghasilkan uang. Waktu itu ada seminarnya, lalu saya ajak Habibie ke sana," kata Endang. Semenjak itu, Habibie dan Endang seringkali menjadi peserta dalam berbagai seminar dan pendidikan tentang online marketing. Kini, Endang dan Habibie juga tengah membidani kelahiran buku pertama mereka yang mengupas tentang motivasi.
Habibie dan Endang ibarat paket lengkap motivator andal yang kini terbilang sering berbicara di mana-mana. Bagi Endang, setiap individu memiliki kekurangan, tetapi sebaiknya kita tidak boleh terbelenggu oleh kekurangan. Justru sebaliknya kita harus mencari kelebihan yang ada pada diri kita dan mengembangkannya.
Habibie sendiri terpilih menjadi ikon Gerakan Nasional "Ayo Mandiri" yang bertujuan mengajak sebanyak-banyaknya keluarga terjun dalam dunia kewirausahaan. Selain itu, sejak November 2008 lalu, Habibie juga mengembangkan Yayasan Habibie Afsyah untuk menjadikan anak-anak sepertinya menjadi manusia-manusia yang mandiri secara finansial dan sosial. Anak-anak yang bisa hidup tanpa menunggu dan mengharapkan belas kasihan orang lain, serta bisa membekali dan mengembangkan potensi diri. "Jangan menyerah pada keadaan. Asal ada kemauan kuat, bagaimanapun keadaannya, setiap orang bisa sukses," kata Habibie. ***
sumber: Pikiran Rakyat
dewi irma
kampus_pr@yahoo.com
http://www.pikiran-rakyat.com/prprint.php?mib=beritadetail&id=94603
Farrel, tunanetra cilik masuk rekor MURI bidang IT
Adalah siswa Kelas 2 dari SD Inklusi Putra Bangsa, Klaten, Yogyakarta, Alexander Farrel Rasendria Haryono (7), diuji atas kemampuannya mengaplikakan 14 program komputer oleh MURI yang diadakan di Duta Pertiwi Mall, Kota Semarang, Kamis (19/3/2009).
Program komputer yang uji adalah Ms Word, Ms Excel, program translator huruf cetak ke braille dan sebaliknya (Duxbury), program translator huruf cetak ke braille dan sebaliknya (MBC), kamus bicara (meldict), Embossing, Printing, open book, Internet, browsing, mailling list, chating, hitungan digital, dan game auditif.
Bagaimana bisa tunanetra mengaplikasikan komputer, melihat saja tidak bisa? Mungkin hal itu akan ada dibenak kita semua. Walau ia tidak melihat, namun ia bisa mendengar. Nah, komputer bukan komputer dengan perangkat biasa, yang digunakan menggunakan perangkat lunak dengan fasilitas pengiriman 'voice' kepada si pengguna komputer, maksudnya ada suara yang muncul.
Setiap ia menekan toot/ tombol keyboard komputer, maka akan ada sinyal suara yang didengar oleh anak tersebut. Misalnya menekan enter, maka suara yang didengar adalah 'enter' dengan dialeg Inggris.
Penjelasanya rumitnya, pada komputer cukup memasang soundcard dan speaker pada komputer, lalu memasang software pembaca layar (screen reader) yang fungsinya sama seperti yang telah penulis jelaskan di atas. Produk pembaca layar yang sangat populer dan juga penulis gunakan hingga saat ini adalah JAWS (Job Access With Speech).
Nah, lewat aplikasi JAWS inilah pengguna komputer tunanetra semakin memperluas pengetahuan dalam mengaplikasikan komputer. Lebih dari itu, tunanetra dapat mengoperasikan berbagai pengolah kata, pengolah data, spreadsheet, aplikasi pembuat musik, multimedia, messenger, bahkan berselancar di internet dan mendesain situs ini. Bahkan para tunanetra juga dapat bercakap-cakap via messenger, burn CD/DVD, melakukan konversi audio/video, dan belajar beberapa bahasa pemrograman seperti Visual Basic dan Visual C++.
Bahagia
Pada kesempatan itu, MURI menyerahkan penghargaan kepada beberapa pihak yang dianggap berjasa terhadap pendidikan anak-anak berkebutuhan khusus dan penghargaan diserahkan oleh perwakilan MURI, Paulus Pangka.
Penghargaan kepada Farrel, pihak MURI menyerahkan sertifikat rekor Indonesia kepadanya dalam kategori "Tunanetra Termuda yang Mampu Mengoperasikan Komputer 14 Program"
yang didampingi Kepala SLBN Semarang Ciptono selaku penyelenggara, dan Kepala SLB-A Yayasan Asuhan Anak-anak Tuna (YAAT) Klaten, DIY, Drs Subagya MSi.
Rasa bahagia terpancar dari Farrel dan rekan-rekan yang menyaksikan kebolehan Farrel tersebut. Pengujian rekor MURI tersebut disaksikan juga oleh Direktur Pembinaan SLB Ekodjatmiko Sukarso dengan pejabat dan staf dilingkungan Direktorat PSLB, mitra asosiasi keterampilan Direktorat PSLB.
“Kami sangat senang dan bangga dengan penampilan para siswa. Semua jerih payah perjuangan selama latihan telah terbayar lunas dengan mampu tampil optimal di hadapan juri nasional,” papar Agus Putranto, pelatih pemecah rekor Muri SLB A Klaten.
Sementara sekolah Farrel di Noble Room SD Inklusi Putra Bangsa, Klaten, Yogyakarta, merupakan sekolah pendamping dari SLB-A Yayasan Asuhan Anak-anak Tuna (YAAT) Klaten, Yogyakarta.
Ramaditya
Sebelumnya Eko Ramaditya Adikara atau Rama telah memboyong rekor MURI untuk kategori blog pertama di
Sumber: Kiting Damalis
CIPTONO: Pencari Bakat Anak Berkebutuhan Khusus
Orang yang melibatkan diri dalam dunia orang-orang berkebutuhan khusus dalam satu kehebohan massal itu adalah Ciptono.
Kehebohan terjadi pada suatu hari di tahun 2002. Pada hari itu, jalan-jalan protokol Kota Semarang dipadati arak-arakan mereka yang berkebutuhan khusus, mulai dari tunanetra, tunarungu, tunadaksa, dan tunagrahita. Mereka berjalan perlahan, merayap di atas kursi roda bersama orangtua dan guru-guru sekolah luar biasa. Hari itu sekan-akan menjadi ”hari mereka yang berkebutuhan khusus”.
”Tujuan saya mengadakan acara bagi mereka yang berkebutuhan khusus itu tidak lain untuk mencari bakat-bakat terpendam yang ada pada diri mereka. Ternyata saya memang bisa menemukan bakat-bakat mereka,” kata Ciptono.
Dia mengenang kiprahnya di balik penyelenggaraan acara bertajuk ”Lomba Jalan Sehat Keluarga Pendidikan Luar Biasa” itu. Pria kelahiran Salatiga, Jawa Tengah, ini ditemui di
Ciptono lalu menjelaskan latar belakang diadakannya acara jalan sehat itu. Acara tersebut diselenggarakan agar para siswa berkebutuhan khusus bisa tampil lebih percaya diri di tengah masyarakat. Prinsipnya, kata Ciptono, ”Mereka (berkebutuhan khusus) tidak perlu dikasihani, tetapi harus diberi kesempatan.”
Maka, acara itu kemudian digunakan sebagai kesempatan bagi anak-anak berkebutuhan khusus untuk menampilkan kemampuannya, di bidang seni maupun keterampilan.
Dari acara terbesar pertama di
Ciptono tidak menyangka bahwa kegiatan jalan sehat itu telah melahirkan efek domino yang baik bagi perubahan mereka dengan kebutuhan khusus. Selain bisa muncul dari panggung ke panggung, suara mereka juga direkam dalam bentuk kaset atau video compact disc (VCD). Ciptono mulai menemukan kenyataan bahwa di antara anak-anak itu ada yang memiliki bakat khusus.
Misalnya, ia menemukan Andi Wibowo, penyandang tunagrahita yang mampu menggambar dengan menggunakan dua tangan secara bersamaan. Andi ”hanya” memiliki IQ 60, di mana umumnya, menurut Ciptono, anak-anak itu ber-IQ 90.
Untuk memunculkan anak-anak berkebutuhan khusus yang punya kemampuan khusus, ada saja acara yang dia ciptakan setiap tahun, mulai dari donor darah, halalbihalal, sampai merayakan
”Mereka tahunya itu suara pura-pura atau tiruan, bukan suara mereka yang sebenarnya. Padahal, itu asli suara mereka dengan kebutuhan khusus, mulai dari tingkat SD sampai SMA,” tutur Ciptono.
Sumber: Kompas Cetak (Oleh Pepih Nugraha)
Senin, 9 Februari 2009 07:34 WIB.
Subscribe to:
Posts (Atom)